Sunday, February 1, 2009

Full of Water

Manusia memang selalu menjadi biang dari segala persoalan di bumi ini.

Contohnya apa yang terjadi hari ini. Air, air, air dan air dimana-mana. Hari ini tidak sama dengan hari yang kemarin. Kali ini nampaknya alam mulai menunjukkan kemarahannya. Ya! Banjir ada dimana-mana! Padahal tempat ini beberapa waktu yang lalu tidak pernah tersentuh oleh banjir. Tapi hari ini?

Menurut penelitian entah siapa, yang jelas sebuah badan internasional, daerah pekalongan sebelah utara sudah masuk dalam kategori red zone alias daerah yang tidak boleh berdiri bangunan. Jika itu dilanggar, maka dampaknya adalah dalam setiap tahun tanah akan turun 10 cm, dan dalam kurun waktu sepuluh tahun pekalongan utara akan TENGGELAM! itu artinya sebuah Sekolah Tinggi Agama Islam beserta komunitasnya akan musnah.

Tidak usah menunggu sepuluh tahun, hari ini saja air sudah mengganas menguasai seluruh zona merah itu. Akar persoalannya cuma satu, manusia selalu merusak alam. Lihat saja, banyak bangunan yang menutup daerah resapan air. Perumahan, perkantoran, sekolahan, termasuk Sekolah Tinggi ini. Akibatnya sangat jelas: BANJIR!

Jika hal itu terjadi, sungguh tragis. Manusia akan binasa oleh ulahnya sendiri!

Hal yang sama juga pasti sedang terjadi dimanapun di muka bumi ini. BUMI PASTI SEDANG MENANGIS!!

Sebelum segalanya terlambat, SAVE OUR EART NOW! or WE WILL DIE!

Wednesday, August 27, 2008

(belum) MERDEKA!!!

MERDEKA...

Monday, November 12, 2007

Antiklimaks

Inilah hari dimana segalanya terasa membosankan. Pekerjaan, rutinitas, bahkan seks pun rasa-rasanya sudah tidak lagi segarang gunung kelud. Mungkin ini salah satu ke-Maha-Adilan dari Sang Maha. Dengan bosan, niscaya banyak kenikmatan lain yang bisa dinikmati selain pekerjaan, rutinitas dan seks.

Satu hal yang teramat pasti, tidak pernah ada rasa bosan menanti kelahiran titisan sang blue ocean. Hari demi hari rasanya semakin rindu, semakin tak sabar tuk bercengkrama dengannya. Ahh, mudah-mudah tak lama lagi dia melihat kreasi super luar biasa, dunia. Semoga kelak ia tidak pernah menghianati Tuhan dan orang tuanya. Aamiin...

Monday, October 1, 2007

Joko Bodo Mencari Cinta

Pada suatu zaman di sebuah peradaban yang masih sederhana, dengan masyarakatnya yang masih jujur, apa adanya, dan tidak neko-neko. Alkisah, tersebutlah sosok pemuda yang sebetulnya secara fisik tidak begitu jelek (nilai 7, hehehe...) yang tinggal di perkampungan pinggiran kota bersama ibunya semata wayang. Mereka adalah keluarga kecil yang bahagia, setelah beberapa waktu yang lalu keluarga ini kehilangan pemimpinnya, ayah sekaligus suami yang baik. Keduanya saling mencintai, sang anak sangatlah penurut, dan sang ibu dengan sepenuh hatinya menyayangi anak satu-satunya itu.
Pemuda itu akrab dipanggil Joko. Namun kemudian ia mendapat tambahan gelar di belakang nama resminya. Teman-teman dan tetangganya dikampunglah yang memberikan gelar itu. JOKO BODO, demikian sebutan sehari-harinya. Tidak ada yang keberatan dengan sebutannya, begitu pula si pemuda. Joko adalah pemuda bersahaja yang sangat lugu, bahkan mendekati bodoh, sehingga orang-orang menjulukinya si Joko Bodo.
Mestinya, sesuai dengan fitrah manusia yang akil baligh, Joko Bodo sudah saatnya bergerilya mengintai calon pendamping hidupnya. Hanya sayang, di usianya yang mendekati kepala tiga, tidak ada greget yang nampak pada raut mukanya yang selalu nampak culun. Isi kepalanya yang pas-pasan tidak mampu membuatnya berfikir bahwa seorang laki-laki dewasa harus mencari istri. Pasal inilah yang belakangan ini membuat sang ibu cemas, takut sang anak tercintanya menjadi bujang lapuk, sebutan yang paling tidak disukainya. Dan juga hasrat ingin segera menimang cucu pula lah yang selalu mendera pikirannya.
Melihat anaknya yang tidak menunjukkan gelagat mencari jodoh, maka sang ibu pun berinisiatif memberikan semangat. Hingga pada suatu malam...
Ibu : "Le...kamu tu sudah besar, sudah saatnya mencari istri. Ibu juga sudah kepengen menggendong cucu..."
Joko Bodo : "Iya to mak...terus nyarinya dimana, yang seperti apa yang emak mau?"
Ibu : "Pokoknya cari perempuan yang tidak cerewet, penurut, dan tidak royal. Le, besok kamu pergi saja ke pasar, siapa tau ada calon istri buat kamu"
Tanpa berpikir panjang (dan memang setiap hari ia juga tidak berpikir...), Joko Bodo yang penurut pun segera menuruti keinginan ibunya. Dengan berjalan kaki, ia menjejakkan langkah menuju pasar di kampung sebelah. Sepanjang jalan, tak henti-hentinya ia melihat kanan dan kiri mencari perempuan yang kiranya bersedia dipersunting jadi istri. Dan tiba-tiba melintas dari arah depan sesosok perempuan, bergegas dihampirinya.
Joko Bodo : "kamu dari mana?"
Perempuan 1 : "aku habis membeli cabai, bawang, bumbu-bumbu, beras, minyak, terus sekarang mau mampir ke tempat saudara......bla bla bla......"
Joko Bodo : "ah kamu terlalu cerewet, tidak seperti yang diinginkan sama ibuku"
Segera ditinggalnya perempuan itu dengan meninggalkan berjuta keheranan. Diteruskannya langkah kakinya menuju pasar. Ditemuinya perempuan yang lain, dan lagi-lagi Joko Bodo pergi dengan kecewa. Begitu seterusnya, sampai perempuan yang kesepuluh yang ia temui semuanya dianggap tidak memenuhi keinginan sang ibunda tercinta. Semakin mendekati pasar, semakin banyak perempuan yang ia temui, tapi tak satu pun yang lolos seleksi.
Akhirnya, setelah seharian berkeliling-keliling, Joko Bodo pun kelelahan dan memutuskan untuk pulang ke rumah dengan satu kesimpulan, perempuan di pasar tidak ada yang baik untuk dijadikan istri. Pulanglah ia dengan langkah gontai menuju pangkuan ibunda tercinta, hendak mengadu apa yang dialaminya satu hari ini.
"maaaakkk.......aku tidak nemu perempuan seperti yang ibu minta.......", teriaknya Joko Bodo begitu menginjakkan kaki di halaman rumahnya yang rindang. Lantas diceritakannya apa yang dialaminya seharian, sembari menenggak sekendi air dingin dan malahap sepiring nasi.
Sang ibu pun geleng-geleng menghadapi perilaku, dengan terus bersabar mengingat anaknya yang tidak memiki cukup IQ untuk berpikir normal. Sambil nginang, ibundanya menyarankan untuk mencari di tempat lain, jangan lagi ke pasar.
Keesokan harinya, dengan semangat baru, baju baru, sandal jepit baru, peci baru dan semuanya yang segala baru, pergilah Joko Bodo ke arah selatan kampungnya. Arah yang ditujunya sekarang adalah daerah hutan yang sepi. Belumlah sampai pada tujuan, lewatlah ia di sebuah pekuburan. Dilihatnya seorang perempuan cantik sedang bersandar di bawah pohon besar. Segera dihampirinya perempuan itu.
Joko Bodo : "Adik cantik, kamu sedang apa disini? Kok sendirian? Apa ndak takut?"
Perempuan cantik itu pun hanya diam. Tidak menyerah, Joko Bodo pun bertanya lagi. Perempuan itu pun kembali diam. Ditanya lagi, diam lagi, tanya lagi, diam lagi....begitu seterusnya.
"Aha! ini dia calon istri idamanku. Emak pasti senang dengan yang ini. Ku ajak pulang aja...,"gumam si Joko Bodo. Kembali ditanya perempuan itu, mau ga diajak pulang dan dijadikan istri. Kali ini pun, perempuan itu hanya diam seribu bahasa. Tak sabar, tanpa berpikir panjang segera digendongnya si cantik pulang ke rumahnya. Begitu sampai dirumah, langsung dimasukkannya ke dalam kamar yang kosong, dibaringkan dengan hati-hati.
Sejurus kemudian, Joko Bodo mencari-cari emaknya yang sedang berada di kebun belakang rumahnya. Dengan napas yang masih memburu, diceritakanlah bahwa dirinya telah menemukan calon istri yang cantik, penurut dan pendiam. Oleh sang ibu, disuruhnya Joko Bodo untuk memberinya perempuan itu makan dan minum yang enak. Segera dilaksanakan nasehat ibunya itu.
Keesokan harinya...
Joko Bodo melihat calon istrinya masih tertidur, belum bangun juga, namun dilihatnya makanannya sudah habis. Lantas diambilnya piring kosong tersebut, dan dengan perlahan (takut membangunkan calon istrinya) digantinya dengan piring yang terisi penuh.
Keesokan harinya lagi...
Dibukanya dengan pelan pintu kamar calon istri, ternyata masih tidur. "ah..rupanya calon istriku itu selain cantik dan penurut juga sukanya tidur. Mungkin masih capek.."batik si Joko Bodo. Kembali ditinggalkannya sang calon istri dalam kesendirian.
Hari ketiga...
Kali ini yang giliran ibunda tercinta baru tersadar. Ada bau yang kurang sedap di dalam rumahnya. Dicarinya sumber bau itu di bawah lemari, dibalik pintu, bawah meja, di kamar, ruang tamu, kamar mandi, dan semua sudut rumah. "oya, ada satu kamar yang belum dicek, kamar calonnya si Joko"
"Astaghfirullaaahhh....Joookoooooooooooooo....Joko......Jokooooo.....!" teriak sang ibu dengan sekuat tenaga. "Kamu ini keterlaluan, orang mati kok disimpen di kamar!, cepat buang ke kali"
Usut punya usut, ternyata yang dibawa pulang si Joko Bodo adalah mayat perempuan. Ceritanya, kuburan pada zaman itu tidak lah seperti sekarang, orang yang meninggal hanya diletakkan di bawah pohon, setelah didandani lengkap. Joko Bodo mengira perempuan cantik yang di kuburan itu adalah calon istrinya, tak taunya perempuan yang baru meninggal.
Oleh sang ibu, ia dinasehati bahwa kalau orang yang sudah mati itu pasti bau.
Beberapa hari berselang. Menjelang maghrib, ketika Joko Bodo dan ibunya sedang bercengkrama, tiba-tiba tercium bau busuk. "Ibu bau! pasti ibu sudah mati.."katanya. Bergegas Joko Bodo membopong ibunda ke sungai. Tak peduli ibunya meronta-ronta sambil berkata ibumu tidak mati, langsung dilemparnya ibu ke dalam sungai. Setelah itu, kembalilah ia ke rumah, tapi tiba-tiba.....tercium bau busuk lagi!
Segera Joko Bodo berlari ke sungai, dan berteriak "aku bau....aku sudah matiiii...." dan menceburkan dirinya ke sungai.
Beruntung anak dan ibu tersebut dapat diselamatkan oleh warga sekitar. Kemudian, seolah tak mengenal putus asa, kembali dinasehati sang anak dengan sabar. "Tidak semua orang yang bau itu mati, nak. Tadi ibu dan kamu itu cuma kentut, coba kalau kita tidak ada yang menolong pasti mati beneran deh," kata sang ibu sambil mengelus dada.
Akhirnya, demi menjaga kebaikan bersama, Joko Bodo dijodohkan dengan seorang gadis yang mau menerima keadaannya dengan lapang dada. Joko Bodo beserta istri bisa hidup bahagia dengan tiga anak-anaknya yang tidak bodo lagi, seperti ayahnya.
Sekian. Sampai ketemu di dongeng yang lain...
==========
Leading dongeng:
Demikian, jangan sampai kita yang berakal sempurna kalah dengan Joko Bodo yang ber-IQ pas-pasan. Joko Bodo saja mau bersusah payah mencari calon istrinya, sampai-sampai mayat pun di dikira calon istrinya. Menikahlah, bagi kita yang sudah mampu, jangan ditunda-tunda. Dan ingat, jangan pula kita melukai perasaan orang tua dengan memaksakan calon pasangan sesuai keinginan kita. Pokoknya harus dia, kalau tidak dia saya tidak mau kawin....
Bicarakanlah dengan baik, komunikasikanlah....

Friday, September 28, 2007

My first blog

Hari ini launching my first blog.
Tanpa gunting pita, tanpa pukul gong, tanpa nasi kuning.
Dengan hantaran bismillahirrohmanirrohim....
Semoga awal dari perubahan yang baik.